Oleh : Prayuga Teguh Poeradimadja
Asep Sutisna (49) atau yang akrab dipanggil Asep Rabbit mengatakan bahwa usahanya sebagai peternak kelinci itu berawal dari iseng, anaknya dulu ingin kelinci lalu putar-putar mencari sampai akhirnya harus meninggalkan pekerjaan. Sebelum berprofesi sebagai peternak kelinci ia adalah seorang tukang potret (fotografer) dalam bidang dokumentasi acara dan studio foto.
Ternak kelinci kurang lebih 23 tahun, mulai pembelajaran dari tahun 1990 dimuali dari nol dengan kelinci yang belum jelas. Empat tahun kemudian Asep gantung kamera lalu merubah profesinya menjadi peternak kelinci. Tahun 1992 sampai 1994 Asep melakukan impor besar-besaran dari Amerika lalu dikembangkan sampai banyak. Kurang lebih ada 15 ras kelinci yang datang ke Indonesia, namun seiring waktu yang ramai di Indonesia hanya 5 sampai 6 ras, seperti Lop, Holland Lop, Angora, Rex, Lyon, dan semacamnya.
Dahulu, lahan yang beralamatkan di Jalan Raya Lembang No. 119, tepatnya di Kp. Babakan Laksana, RT.4 RW.7, Desa Gedong Kahuripan, Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat ini hanya bisa masuk 25 sampai 50 ekor. Seiring berkembangnya usaha Asep, lahan ternak pindah menggunakan lahan hak guna pakai di samping rumahnya dan sudah pernah menghasilkan lebih dari 2000 ekor kelinci. “Saat ini hanya ada 500 ekor, dulu pernah sampai 2000 ekor namun kurang efektif,” tutur Asep kepada wartawan, Rabu (23/1).
Dalam satu tahun kelinci dapat berkembangbiak sebanyak delapan kali, dari usia 4 sampai 6 bulan sudah dapat dikawinkan. Semasa produktifnya kelinci mampu beranak sebanyak 25 kali. Asep menyarankan agar perkawinan kelinci harus dijaga dan tidak boleh sedarah, karena hal itu bisa menjadi sumber penyakit dan kehancuran bagi ras kelinci tersebut.
Asep menuturkan, bila dibandingkan banyak dagingnya satu ekor sapi itu sama dengan tiga ekor kelinci pedaging. Modal yang dikeluarkan untuk sapi pun lebih besar, seperti sapi perah membutuhkan modal sekitar 14 juta rupiah dengan penghasilan antara Rp 450.000 per bulan, ditambah lagi kerja yang tiada henti. Sedangkan jenis kelinci pedaging lokal dengan modal yang sama bisa mendapatkan sebanyak 140 ekor, dalam satu bulan semua berkembangbiak rata-rata 5 ekor setiap kelinci. Dalam dua bulan bisa menghasilkan sekitar 700 ekor kelinci, jika dipanen secara murah dengan harga Rp 20.000 per ekor, penghasilan yang didapat bisa melebihi pendapatan setiap bulan ternak hewan lain.
Kelinci impor pun ia beli dengan harga 4,5 juta rupiah, dalam tiga bulan rata-rata beranak 4 ekor. Harga jual anak kelinci impor sekitar 2,3 juta, menjual empat ekor anak kelinci impor saja bisa mendapatkan 10 juta rupiah. “Dalam analisa berdagang, berternak kelinci itu seperti ternak uang, kembali modalnya tidak susah dan hasil yang didapat pun bisa melimpah asalkan menguasai cara berternak yang benar, kalau tidak benar akan hancur karena kelinci itu mahluk hidup” kata Asep.
Selain menjual berbagai pakan dan buku-buku tentang ternak kelinci, Asep Rabbit Project pun membuka lowongan bagi siswa magang dan yang ingin belajar seputar ternak kelinci. Pelatihan yang diajarkan seperti pengolahan limbah kelinci, pembuatan pakan, dan lain-lain. Bagi Siswa magang disediakan dua kamar disamping rumah Asep dan hanya dikenakan biaya Rp 150.000 untuk perawatan pondok kelinci saja, untuk pelatihannya tidak dipungut rupiah sepeser pun. “Kita sering mengadakan pelatihan disini dan hanya untuk pengetahuan saja,” jelas Asep.
Asep menambahkan, banyak sekali para petani yang membutuhkan limbah kelinci karena dapat juga dimanfaatkan untuk pertanian. Seperti urin kelinci yang dihargai sampai Rp 10.000 per liternya, biasanya paling banyak digunakan oleh petani buah naga.
Pakan yang ia produksi untuk kelinci itu berasal dari tetumbuhan, dedaunan, akar-akaran, kulit-kulit kayu, seperti serat daun bambu, padi, pucuk tebu, jagung, dan sebagainya. Berbeda dengan pakan ayam yang mengandung unsur hewani, jika kelinci diberi pakan tersebut dapat menyalahi kodratnya sebagai pemakan tetumbuhan, kelinci bisa menjadi kanibal terhadap kawannya sendiri.
Banyak juga orang luar negeri yang pernah mengikuti pelatihan disana, seperti Arab Saudi, Malaysia, dan lain-lain. “Saat ini yang dari Arab Saudi dalam satu hari sudah bisa motong 5000 hingga 8000 ekor kelinci karena disana pemerintahnya ikut mendukung, di Malaysia pun sekarang saja sudah menjadi industri besar padahal konsepnya berawal dari saya,” kata seorang pendiri APKIN (Asosiasi Peternak Kelinci Indonesia) itu.
Dia mengatakan, salah satu masalah di Indonesia ini adalah bibit kelinci jenis pedaging yang belum pasti karena ras dari kelinci yang digunakan tidak jelas, sehingga harus mengimpor sendiri karena tidak adanya breeding center (pusat pembibitan). “Sudah dari tahun 2005 saya mengusulkan breeding center kepada pemerintah, namun baru didengar kemarin,” ucapnya.
Asep berharap, pemerintah membuat breeding center untuk menghasilkan bibit kelinci yang lebih baik. Bukan hanya kelinci, sapi saja belum berhasil sampai sekarang. Ayam juga breeding center yang ada itu hanya milik Thailand, China, dan Amerika. “Bikin satu kali saja breeding center, hasil dari sanalah yang dibagikan kepada para peternak, saya yakin Indonesia bisa swasembada dalam hal apa pun,” tuturnya.
Ia menyatakan, potensi wilayah Indonesia khususnya Lembang sangat bagus untuk menjadi tempat membudidayakan kelinci, namun pemerintah mengimpor kelinci yang sudah final atau sudah tidak bisa dikembangkan sehingga dalam kurun waktu 5 tahun sudah harus mengimpor kembali. “Program pemerintah saat ini masih program sawer, itu bagus untuk bantuan namun tidak efisien dan dalam waktu 6 bulan saja sudah rontok, karena tidak dibenerin dari hulunya,” lanjutnya.
Seperti di Samarinda sudah ada lima kecamatan yang jalan dalam pembibitan ras kelinci pedaging dan itupun binaan Asep Rabbit Project dan APKIN. “Pemerintah mengimpor kelinci tipe pedaging yang sudah final dari Perancis dan China, seharusnya yang diimpor itu bibitnya agar dikembangkan di Indonesia dan kita yakin bisa membuat yang lebih baik dari mereka, sehingga nanti kita yang ekspor ke mereka bukan malah kita terus yang impor ke mereka,” tegas Asep.